TUGAS III
KEKUASAAN
Psikologi Manajemen
Dosen Pengampu
Ade Irma Suryani
Disusun Oleh Kelompok Melati
Ade Nurul Oktaviana
(10513148)
Jojor Lamria (14513665)
Mariska Wisnu Dwipratiwi
(15513298)
Widya Anissa Wiranti
(19513264)
Yulia Wirantri Farhani
(19513549)
Kelas
3PA02
PENDAHULUAN
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh
seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan
kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi
kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk
memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari
pelaku atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir
dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi.
Menurut
French dan Raven (1959), ada lima sumber kekuasaan, yaitu :
1. Reward
Power (kekuasaan imbalan)
2. Coercive
Power (kekuasaan paksaan)
3. Referent
Power (kekuasaan referen)
4. Expert
Power (kekuasaan ahli)
5. Legitimate
Power (kekuasaan legitimasi)
PEMBAHASAN
A.
Definisi Kekuasaan Menurut Para Ahli
a. French
dan Raven, Kekuasaan adalah kemampuan potensial dari seseorang atau sekelompok
orang untuk mempengaruhi yang lainnya didalam system yang ada.
b. Max Weber, Kekuasaan itu
dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang actor didalam
suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan
keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan.
c. Walter Nord, Kekuasaan itu
sebagai suatu kemampuan untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas
dari tujuan lainnya.
d. Miriam Budiardjo, Kekuasaan
adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang
atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku
e. Ramlan Surbakti, Kekuasaan
merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku
sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kekuasaan adalah
kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai sesuatu dengan cara yang diinginkan.
A. Sumber
- Sumber Kekuasaan
Kekuasaan dapat diperoleh karena
posisi seseorang (kekuasaan jabatan) dan karena pengaruh pribadi atas orang
lain. Di dalam organisasi kedua macam kekuasaan tersebut dapat terjadi. Kekuasaan
jabatan bergantung kepada setinggi apakah jabatan yang dimiliki seseorang.
Semakin tinggi jabatan, akan semakin tinggi pula kekuasaan yang diperoleh.
Meskipun demikian, dalam hal tertentu kekuasaan yang dimilikinya juga dibatasi
oleh kekuasaan yang dimiliki orang lain.
Kekuasaan pribadi bergantung kepada
sejauh mana orang lain mempercayai, mendukung, menghormati dan terikat kepada
pemegang kekuasaan pribadi. Demikian pula, di dalam organisasi kekuasaan
seringkali cenderung berlangsung secara timbal balik antara atasan dan bawahan.
Hal ini dimungkinkan oleh adanya saling membutuhkan di antara mereka. Atasan
mempunyai kekuasaan atas bawahan, tetapi sebaliknya bawahan juga dapat
mempengaruhi kekuasaan yang dimiliki atasan dengan hasil karya (kinerja) yang
ditunjukkan oleh bawahan.
1). Reward Power (kekuasaan imbalan)
Tipe kekuasaan ini memusatkan
perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan
atau tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan terwujud melalui suatu
kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan kepuasan. Dalam
deskripsi konkrit adalah ‘jika anda dapat menjamin atau memberi kepastian gaji
atau jabatan saya meningkat, anda dapat menggunkan reward power anda kepada
saya’. Pernyataan ini mengandung makna, bahwa seseorang dapat melakukan reward
power karena ia mampu memberi kepuasan kepada orang lain.
2). Coercive Power (kekuasaan paksaan)
Kekuasaan yang bertipe paksaan ini,
lebih memusatkan pandangan kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain.
Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa atasannya yang mempunyai
‘lisensi’ untuk menghukum dengan tugas-tugas yang sulit, mencaci maki sampai
kekuasaannya memotong gaji karyawan. Menurut David Lawless, jika tipe kekuasaan
yang poersif ini terlalu banyak digunakan akan membawa kemungkinan bawahan
melakukan tindakan balas dendam atas perlakuan atau hukuman yang dirasakannya
tidak adil, bahkan sangat mungkin bawahan atau karyawan akan meninggalkan
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
3). Referent Power (kekuasaan referen)
Tipe kekuasaan ini didasarkan pada
satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking, dalam arti ketika seseorang
mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti
yang diinginkannya. Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang pimpinan akan
mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan pekerjaan
dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan atasannya.
4). Expert Power (kekuasaan ahli)
Kekuasaan yang berdasar pada
keahlian ini, memfokuskan diri pada suatu keyakinan bahwa seseorang yang
mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian dan informasi
yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Seorang atasan akan dianggap memiliki
expert power tentang pemecahan suatu persoalan tertentu, kalau bawahannya
selalu berkonsultasi dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan pemecahan yang
diberikan pimpinan. Inilah indikasi dari munculnya expert power.
5). Legitimate Power (kekuasaan legitimasi)
Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan
yang sebenarnya (actual power), ketika seseorang melalui suatu persetujuan dan
kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan perilaku orang lain dalam
suatu organisasi. Tipe kekuasaan ini bersandar pada struktur social suatu
organisasi, dan terutama pada nilai-nilai cultural. Dalam contoh yang nyata,
jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam organisasi, maka
orang lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah
dilegitimasi tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Sarwono,
Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial
(Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Jakarta: Balai Pustaka.
Budiarjo,
M. 1984. Konsep Kekuasaan: Tinjauan
Kepustakaan. Jakarta: Sinar Harapan.