Nama : Jojor Lamria
NPM : 14513665
Kelas : 1PA06
MITOS DALAM NEGERI : SI GALE-GALE
DARI SUMATRA UTARA
Si Gale-Gale merupakan sebuah boneka yang terdapat di pulau
Samosir, Sumatra Utara. Boneka ini terkenal sangat mistis hingga sekarang ini. Jika
anda ingin menyaksikan pertunjukkan boneka ini. Anda dapat mengunjungi tempat
wisata Tomok dan Museum Hutabolon Simanindo.
Hebat nya boneka ini dapat menari-nari dan menangis seperti
hal nya manusia. Suasana pertunjukan
tarian boneka Sigale-gale memang sangat menarik dan menghibur. Bayangkan,
sebuah boneka yang terbuat dari kayu dapat menari seperti manusia. Kelihatannya
memang seperti manusia jika semakin diperhatikan. Boneka yang tingginya
mencapai satu setengah meter tersebut diberi kostum tradisonal Batak. Bahkan
semua gerak-geriknya yang muncul selama pertunjukan menciptakan kesan-kesan
dari contoh model manusia.
Kepalanya bisa diputar ke samping kanan dan kiri, mata dan lidahnya dapat
bergerak, kedua tangan bergerak seperti tangan-tangan manusia yang menari serta
dapat menurunkan badannya lebih rendah seperti jongkok waktu menari. Padahal
semua gerakan itu hanya di atas peti mati, tempat disimpannya boneka
Sigale-gale seusai dipajang atau dimainkan.
ASAL-USUL SI GALE-GALE
Cerita dari boneka ini bermula dari
seorang Raja di Uluan yang bernama Raja Rahat. Raja ini telah lama ditinggal
oleh istrinya dan ia hanya memiliki seorang putra yang menjadi mahkota dari
kerajaan itu. Putranya itu bernama Manggale. Dalam kepemimpinananya, Raja ini
sangat bijaksana dan putanya juga sangat dihormati dan disegani oleh rakyatnya
kerena ketangkasannya dalam berperang.
Tibalah pada suatu hari terdengar kabar bahwa di hutan Uluan yang jadi
perbatasan Uluan telah berkumpul pasukan dari seberang negeri Uluan hendak
menyerang dan menjarah harta kekayaan alam Uluan. Mendengar hal itu rakyat juga
sang Raja tampak gelisah dan dia tetap berusaha keras memikirkan rencana untuk
menghadapi ancaman ini, lalu ia mengumpulkan penasehat-penasehatnya, para tetua
kampung, Datu-datu dan putranya Manggalae selaku panglima perang. Dari semua
penatua ada seorang Datu yang dianggap sebagai penasehat tertua dan ucapan dari
Datu ini sangat didengarkan oleh Raja, Datu itu bernama Datu Manggatas.
Mendengar semua perkataan Raja, semua tampak takut dan bingung untuk memberkan
keputusan yang tepat. Datu Manggatas itu pun menyarankan untuk berperang
melawan dan mengutus Manggalae sebagai pemimpin dalam perperangan itu, dan
semua pun setuju dengan pendapat Datu lalu genaplah keputusan sang Raja untuk
berperang lalu ia pun mengutus putranya Manggalae untuk memimpin pasukan Uluan
menghadapi musuh di pebatasan tersebut.
Setelah enam bulan berlalu, Manggalae dan pasukan nya masih berperang di dalam
hutan. Raja dan rakyatnya menantikan kepulangan mereka, namun belum ada kabar
karena tidak ada yang berani masukl kedalam hutan. Sampai suatu seketika sang
Raja bermimpi, dalam mimpinya ia melihat seekor burung gagak yang sedang
terbang diatas rumahnya dan tiba-tiba burung gagak itu terjatuh dan mati karena
tertusuk anak panah. Sang Raja pun sering merenungi mnakna mimpi itu dan
menafsirkan nya sebagai pertanda buruk. Kekhawatiran juga ketakutannya begitu
menyiksanya, karena Manggalae adalah putra semata wayangnya. Tak tahan menahan
rindunya, Raja pun jatuh sakit. Melihat keadaan sang Raja para tetua dan
penasehat Raja berkumpul dan berunding dalam memikirkan cara penyembuhaannya.
Lalu Datu Manggatas pun memberikan masukan untuk membuat patung menyerupai
wajah Manggalae dimana Datu manggatas akan mengundang roh Manggalae untuk masuk
kedalam patung tersebut agar patung tersebut dapat bergerak seperti manusia,
dimana rasa rindu Raja dapat terobati apabila melihat patung itu. mendengar
masukan dari Datu itu mereka pun membuat patung itu demi kesembuhan Raja.
Tepat pada bulan purnama, setelah semua persiapan selesai, semua rakyat pun
berkumpul menantikan kehadiran Raja bersama Datu Manggatas untuk melihat patung
itu, betapa terharunya semua rakyat yang berkumpul disitu karena melihat sang
Raja yang menangis menatap patung itu. Lalu Datu Manggatas pun mengisyaratkan
pada pargonci untuk memainkan gondang sabangunan, lalu diikuti dengan tiupan
alat musik sordam. Menyusul tabuhan Gondang, sang datu mengambil tali tiga
warna : merah, hitam dan putih. Lalu mengikatnya dikepala patung itu. Datu lalu
mengenakan ulosnya, dan membaca mantra sambil mengelilingi patung tersebut
sampai tujuh kali, dan tiba-tiba patung itu bergerak dan tidak hanya bergerak
juga manortor bersama sang Datu. Kemudian Datu menjemput sang Raja untuk ikut
manortor bersama patung Manggalae. Semua rakyat pun terharu dan ikut bergabung
manortor bersama-sama. Mereka manortor hingga fajar terbit dan tibalah roh
Manggalae tersebut harus kembali kealamnya sebelum ayam berkokok karena
begitulah perjanjiannya.
Roh Simanggalae pun kembali kealamnya meninggalkan patung itu juga seluruh
rakyat uluan yang hadir. Dan patung itu pun tidak dapat lagi bergerak. Raja
Rahat lalu menyimpaan patung itu. Demikianlah sang Raja terhibur. sehingga
sejak saat itu, apabila sang Raja rindu bertemu dengan putranya, ia akan
mengadakan upacara pemanggilan roh dan akan manortor bersama ''anak'' nya itu
sampai pagi. Patung itu pun dinamai Sigale-gale karena gerakannya yang lemah
dan seolah tak bertenaga dan pacara ini selalu dilakukan hingga sang Raja
meninggal dunia.
Tapi ada versi lain tentang cerita Sigale-gale. Konon, seorang dukun bernama Datu
Partaoar, ingin sekali mempunyai anak laki-laki atau perempuan. Suatu
ketika dia menemukan sebuah patung cantik di tengah hutan, persis seperti
seorang gadis yang tubuhnya terlilit kain dan beranting-anting. Dia kemudian
membawa gadis itu setelah mengubahnya dari patung menjadi manusia.
Istrinya yang juga berharap-harap selama ini untuk mempunyai keturunan memberi
nama gadis itu dengan nama Nai Manggale. Dia menjadi gadis yang disenangi
penduduk karena kelembutannya. Suatu ketika dia harus mendapatkan pendamping
hidup. Namun seperti ibunya, ia tidak dapat melahirkan keturunan secara
biologis. Dia pun berkata kepada suaminya yang bernama Datu Partiktik agar
memesan pematung untuk membuatkan sebuah patung yang bisa menari di samping jenazahnya
suatu ketika. Patung tersebut dinamai Sigale-gale.
Berdasarkan versi itulah kiranya tarian Sigale-gale pernah ditemukan dengan
pasangan laki-laki dan perempuan. Sigale-gale secara etimologis dapat berarti “yang
lemah gemulai”. Demikianlah sebenarnya kesan melihat tarian boneka
Sigale-gale. Entah mungkin juga mereka kembar. Yang laki-laki namanya si
Manggale dan perempuan bernama Nai Manggale.
Mistik di
Balik Pembuatan Sigale-gale
Kisah pembuatan patung Sigale-gale masih lestari di kampung Garoga. Kampung ini
berjarak sekitar tiga kilometer dari Tomok, dan naik ke arah kiri yang
dibentengi pegunungan Samosir. Gunung sekitar itu dikenal dengan nama Naboratan
yang dapat berarti “sangat berat”. Ada satu air terjun, yang dalam bahasa
setempat disebut dengan nama Sampuran Simangande.
Air terjun yang konon menyimpan batu-batuan aneh dan posisi gunung seperti
tembok yang sangat tinggi itu sempat menambahi kesan lebih jauh tentang kampung
yang dikenal masih menyimpan patung Sigale-gale itu. Ternyata suasana alam yang
melatar belakangi kampung Garoga sama sekali tidak ada kaitannya dengan
munculnya patung Sigale-gale. Setidaknya dalam kaitan bahan-bahan seperti kayu
dan upacara tertentu untuk patung Sigale-gale.
Kampung Garoga juga tak bisa dipastikan sebagai setting cerita Sigale-gale.
Kampung ini hanyalah salah satu kampung selain kampung Siallagan atau Ambarita.
Malahan informasi tentang sebuah patung Sigale-gale pernah ada dari sekitar
Silimbat Porsea.
Terkait dengan pembuatannya, patung Sigale-gale diliputi oleh cerita yang
mistis atau seram. Bila seseorang sudah bersedia membuat patung Sigale-gale,
berarti ia sudah pasti menjadi tumbal. Setelah menyelesaikan sebuah patung, si
pembuat akan segera meninggal. Mungkin kepercayaan ini pulalah yang membuat
patung Sigale-gale menjadi ekslusif dan tidak pernah dibuat banyak-banyak.
Berdasarkan kejadian-kejadian itu, proses pembuatan Sigale-gale kemudian
dilakukan oleh lebih dari satu orang. Ada yang khusus mengerjakan pembuatan
tangan, tungkai kaki, bagian badan, dan kepala. Mungkin secara bersama juga
tali-tali dan kerandanya yang berukiran Batak diselesaikan. Jumlah tali-tali
pada setiap patung yang dibuat tidak selalu serupa.
Pada dua unit Sigale-gale tadi, salah satunya mempunyai tali penarik 17 ruas.
Dulu tali-tali tersebut katanya sama sekali tidak ada. Gerakan patung
berlangsung hanya dengan kekuatan gaib yang dimiliki dalangnya. Patung yang
dihidupkan demi kekuatan gaib dalam tradisi Batak disebut dengan gana-ganaan
dan dia dapat menyerupai totem. Seorang pembuat patung Sigale-gale dulunya
dikenal dengan sebutan
Datu Panggana, karena didorong oleh suatu
kekuatan gaib juga.
Bahan yang digunakan untuk patung Sigale-gale biasanya dari sejenis pohon
bernama
ingul dan pohon
nangka. Pohon nangka khusus digunakan
untuk bagian tangan dan kepala. Sedangkan pohon ingul untuk bagian badan dan
kaki. Kayu ini termasuk jenis kayu yang bermutu dan sering digunakan membuat
perahu. Tidak ada makna simbolis dengan pilihan atas kedua kayu itu. Pengerjaan
satu patung Sigale-gale dapat memakan waktu satu tahun.
Untunglah sampai hari ini Sigale-gale belum punah sama
sekali. Masih ada beberapa sisa patung yang dipahat puluhan tahun silam. Kita
masih bisa menyaksikan sisa-sisa kemunculannya meski sangat jarang.
Sampai saat ini, Sigale-Gale masih ada di Pulau Samosir,
Sumatera Utara dan masih sering dimainkan dengan menggunakan playback musik.
Sigale-Gale ini, menjadi salah satu ikon kebudayaan Sumatera Utara yang masih
menarik perhatian pengunjung baik dari lokal maupun internasional.
Di Pulau Samosir, Sigale-Gale ini masih dapat dinikmati pertunjukkannya dengan
tarif seiklasnya. Pengunjung juga bisa berfoto dengan Sigale-Gale ini
dengan ulos yang disediakan oleh pemilik Sigale-Gale dengan menggunakan kamera
pribadi pengunjung.
REFERENSI